17/02/2022

KEBEBASAN ITU ADALAH PILIHAN.

Kehidupan kita adalah jumlah 
dari semua pilihan yg kita buat,
baik secara sadar maupun tidak, dalam kehidupan kita sehari-hari jika kita dapat mengendalikan proses dalam suatu pilihan, maka kita dapat mengendalikan seluruh aspek kehidupan,sehingga dengan sendirinya kita akan  menemukan kebebasan itu dalam diri.

Para pembaca yang budiman kebebasan itu sendiri datang dari dalam diri yakni tanggung jawab terhadap diri kita sendiri, oleh karena nilai dari sebuah kebebasan yang ada dalam diri kita terletak pada sebuah tanggung jawab.

Para pembaca seorang manusia yang tidak dapat bertanggung jawab atas diri dan masa depannya sendiri, akan sulit baginya untuk bertanggung jawab atas diri dan masa depan orang lain dan seseorang itu juga bisa menjadi bijaksana bukan karena masa lalunya, tetapi karena  tanggung jawab terhadap masa depannya yang berangkat dari perjalanan pengalaman hidup sehari-harinya dalam lingkungan masyarakat. 

Para pembaca yang budiman kebebasan itu sendiri adalah kemampuan untuk melakukan apa yang diinginkan, atau hak dengan anugerah dan kelebihan yang dimiliki,kebebasan juga dapat diartikan memiliki kemampuan untuk bertindak atau berubah tanpa batasan.

Segala sesuatu itu  "bebas"  jika dapat berubah dengan mudah dan tidak dibatasi dalam keadaan yang kita hadapi dalam kehidupan sehari-hari karena apa yang kita jalani hari ini, besok dan seterusnya adalah sebuah pilihan

Kehidupan yang kita jalani merupakan satu rentang proses panjang yang terjadi oleh karena terjadi proses pertumbuhan,perkembangan dan kemajuan segenap potensi yang ada, baik fisik maupun psikis, menuju satu tahap tertentu yang dapat dikatakan sebagai proses manusia dalam mencapai keutuhan eksistensinya, sehingga apapun pilihannya, kita harus siap untuk menghadapi, baik atau buruk, kita sendirilah yang menentukan, hal inilah yang kita sebut dengan tujuan hidup.

Para pembaca yang baik kehidupan yang kita jalani sehari-hari cenderung bergerak dan terus berkembang dan bebas oleh karena kehidupan yang kita jalani sehari-hari baik yang di jalani oleh diri sendiri maupun kelompok  adalah sebuah pilihan. 

Para pembaca yang baik, semua kita yang mendiami pelanet bumi ini sudah memiliki kebebasan sejak lahir, maka lakukanlah apa yang baik bagimu dan bagi sesama yang ada disekitar kita dan apa yang kita lakukan terhadap diri dan sesama entah itu perbuatan baik ataupun tidak, bermanfaat ataupun tidak, menyinggung perasaan ataupun tidak dan bagaiman kita menyikapinya dalam kehidupan kita sehari-hari ? itu adalah pilihan. 

Semoga bermanfaat

Hengki Mau.  

10/02/2022

ULASAN SINGKAT TERJADINYA, KESI WATAN LELEK / HEL KETAK

Pelestarian Adat dan Pembentukan Lembaga Adat,adalah kebiasaan yang sudah turun-temurun di wariskan oleh para leluhur kepada generasinya dan ini sudah menjadi tradisi atau ciri khas dari suatu daerah tertentu yang ada di wilayah Nusantara ini.

Adat istiadat merupakan nilai atau norma, kaidah, dan keyakinan sosial yang berkembang bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan masyarakat di daerah tertentu, dan nilai atau norma ini masih sangat dihayati dan di lestarikan hingga saat ini  dan masih terwujud dalam berbagai pola perilaku yang merupakan kebiasaan dalam kehidupan masyarakat setempat.

Sudah menjadi sebuah tradisi dan sering dilakukan oleh masyarakat Nusa Tenggara Timur pada khususnya di wilaya Timor Tengah Utara dan Belu, apabila ada pasangan mudah - mudi yang hendak melangsungkan pernikahan terutama bagi suku Bunaq dan sebagian suku Dawan selalu melakukan ritual adat " Hel Ketak " atau dalam bahasa Bunak " Kesi Watan Lelek.

Ritual adat " Hel Ketak atau Kesi Watan Lelek " dalam bahasa Bunaq merupakan proses rekonsiliasi antara masa lalu, masa kini dan masa yang akan datang yang merupakan suatu tradisi untuk memperbaiki hubungan persaudaraan antara leluhur orang Bunaq dan leluhur sebagian orang Dawan yang sebelumnya telah terjadi peperangan oleh karena di adu domba oleh penjajah pada masa itu, siasat adu domba ini dilakukan oleh penjajah untuk menguasai wilayah leluhur kita.

Fakta mendikotomi orang Bunaq dan melus merupakan politik dari pemerintah sesudah datangnya penjajah kolonial yang mengakibatkan terjadinya pertikaian antara sesama saudara orang Bunaq dan orang Melus yang adalah orang Dawan itu sendiri.

Dalam perjalanan dengan adanya pihak ketiga yakni penjajah, leluhur kita bertikai bahkan terjadi permusuhan, hingga terjadi peperangan antara saudara yang mengakibatkan pertumpahan darah. Kondisi ini digunakan oleh penjajah waktu itu untuk merebut wilayah atau daerah kita untuk di jadikan salah satu wilayah kekuasaan mereka. 

Dan pada akhirnya dalam Proses perdamaian politik yang di dominasi oleh penjajah kolonial maka perdamaian antara orang Bunaq dan orang Melus yang dulunya hidup berdampingan secara kekeluargaan dibatasi oleh penjajah, namun beberapa meo (pemberani) baik dari pihak orang Bunaq maupun orang Melus tanpa sepengetahuan dari penjajah membuat suatu kesepakatan untuk putus hubungan persaudaraan dengan perjanjian untuk tidak saling berkomunikasi atau berhubungan dalam berbagai hal termasuk perkawinan antara kedua turunan dari suku Bunaq dan Melus, maka disepakatilah suatu perjanjian yang dibatasi oleh " Kesi Watan" dalam bahasa Bunaq  " Kesi Watan artinya  pagar yang ditanam di ikat berhimpitan yang tidak dapat dilewati oleh siapapun, pagar ini dibuat berdasarkan sumpah janji antara kedua saudara ini, yang dalam bahasa Dawan dinamakan " Hel Ketak". 

Sumpah dan perjanjian antara kedua suku ini dari generasi ke generasi masih di junjung tinggi hingga saat ini, sehingga bila ada seorang pemuda dari suku Bunaq di Belu dan pemudi dari Dawan dan sebaliknya hendak melangsungkan pernikahan harus di awali dengan acara adat Kesi Watan Lelek dalam bahasa Bunaq dan Hel Ketak dalam bahasa Dawan. 

Biasanya acara adat Kesi Watan Lelek atau dalam bahasa Dawan Hel Ketak ini dilakukan di sungai atau kali yang terdapat air yang mengalir yang dengan perantaraan para tua adat dengan terlebih dahulu menelusuri jejak para leluhur kedua pasangan ini. 

Melalui air mengalir dan menyembelih se ekor hewan yakni ayam ataupun babi sesuai kesepakatan kedua belah pihak untuk menyembelih, selanjutnya dilakukan acara adat Kesi Watan Lelek atau Hel Ketak yang di pandu oleh Makoan 
( orang yang mempunyai talenta bertutur kata dalam bahasa adat dalam menelusuri sejarah leluhur) untuk membuka kembali sumpah janji leluhur orang Bunaq dan orang Melus yang dulunya putus hubungan akibat peperangan yang di disimbolkan dengan  kayu bercabang yang di tancap ditengah-tengah sungai yang airnya mengalir.

Kayu bercabang ini di potong dan selanjutnya menyembelih hewan yang sudah disediakan, darah yang mengalir mengikuti air membawa Kayu bercabang yang sudah dipotong oleh Makoan menandakan dibukanya kembali sumpah janji para leluhur orang Bunaq dan leluhur orang Melus. 

Dengan selesainya acara adat Kesi Watan Lelek atau dalam bahasa Dawan Hel Ketak, kedua pasangan muda-mudi keturunan suku Bunaq dan Melus ini dapat melangsungkan pernikahan, Acara adat ini juga dipercaya oleh genarasi suku Bunaq bahwa akan berdampak baik bagi kelanjutan hidup rumah tangga keluarga baru dan kedua belah pihak rumpun keluarga besar agar terhindar dari bencana, sakit penyakit, kutukan dan malapetaka.

Para pembaca yang budiman Kesi Watan Lelek atau dalam bahasa Dawan Hel Ketak adalah sebuah tradisi yang di wariskan dan sudah turun temurun telah dilakukan oleh leluhur kita demi menghindari kutukan dari para leluhur kita yang saat itu bertikai. 

Para pembaca yang baik berdasarkan ulasan singkat diatas terkait dengan Kesi Watan Lelek atau dalam bahasa Dawan Hel Ketak yang saat ini menjadi perbincangan hangat di media sosial oleh karena adanya pro dan kontra, saya sebagai penulis sekaligus salah satu putra suku Bunaq merasa terpanggil untuk membuka kembali memori saya untuk mengejawantakan kembali apa yang saya dengar dari para tua - tua adat yang ada di Lamaknen pada khususnya di Kampung saya yakni  Taebere Holsa atau yang dikenal sebagai Duarato yang menyimpan banyak rahasia sejarah suku Bunaq dan mungkin juga masih ada kaitannya dengan orang Melus, dengan bukti yang otentik saat ini masih berdiri kokoh rumah adat Suku Sobawai Oe Leu "  ( Oe Leu adalah bahasa Dawan ) " yang dalam tatanan adat kenaian Sele o Mo Gomo Duarato sebagai Fetor dan sebagai Raja Suku Purbelis 
 " ( Purbelis adalah bahasa Bunaq yang artinya beringin putih dalam bahasa Indonesia dan Hali Mutin dalam bahasa Tentun) ". 

Para pembaca yang baik banyak kisah sejarah terkait dengan kehidupan masa lalu leluhur bila kita gali kembali maka dapat berdampak positif bagi kita generasi di zaman ini untuk dapat mengetahui sejarah,asal usul,dan garis keturunan setiap kita orang Timor yang mendiami pulau Timor ini. 

Semoga bermanfaat

Hengki Mau.

09/02/2022

SITUASI KEBUDAYAAN PADA ZAMAN INI.

Pola-pola hidup yang baru (54)

Ditinjau dari sudut sosial dan budaya kondisi-kondisi hidup manusia modern telah berubah secara mendalam sedemikian rupa, sehingga orang dapat berbicara tentang zaman baru sejarah manusia. 

Maka untuk mengembangkan dan menyebarluaskan kebudayaan terbukalah cara-cara baru. Cara baru itu tersedia berkat perkembangan luar biasa ilmu pengetahuan alam dan manusia, dan ilmu-ilmu sosial, perkembangan teknologi, kemajuan dalam pengembangan serta penataan penggunaan upaya-upaya komunikasi antar manusia.

Karena itulah kebudayaan modern ditandai dengan ciri-ciri khas ilmu-ilmu yang disebut "eksakta" sangat mengembangkan penilaian kritis, penelitian-penelitian di bidang psikologi akhir-akhir ini memberi penjelasan lebih mendalam tentang kegiatan manusiawi, ilmu-ilmu sejarah besar jasanya untuk menelaah kenyataan-kenyataan dari segi perubahan serta perkembangannya, kebiasaan hidup serta adat-istiadat menjadi semakin seragam,  industrialisasi, urbanisasi, dan sebab-sebab lainnya, yang meningkatkan kebersamaan hidup, menciptakan pola-pola budaya baru ("mass culture", "kebudayaan massa"), yang menimbulkan cara-cara baru menyangkut perasaan, tindakan dan penggunaan waktu terluang, serta merta meningkatnya pertukaran antara pelbagai bangsa dan golongan masyarakat semakin lebar membuka khazanah pelbagai bentuk kebudayaan bagi setiap orang, dan dengan demikian lambat-laun disiapkan pola kebudayaan yang lebih umum, lagi pula semakin mempererat dan mengungkapkan kesatuan umat manusia, bila makin dihormati ciri khas pelbagai kebudayaan.

Manusia pencipta kebudayaan (55)

Semakin besarlah jumlah pria maupun wanita dari golongan bangsa mana pun juga, yang menyadari bahwa merekalah ahli-ahli serta pencipta-pencipta kebudayaan masyarakat mereka.

Di seluruh dunia semakin meningkatlah kesadaran akan otonomi dan tanggung jawab,dan itu sangat penting  bagi kemasakan rohani maupun moril umat manusia dan ini semakin jelas, bila kita sadari proses menyatunya dunia serta tugas panggilan kita, untuk membangun dunia yang lebih baik dalam kebenaran dan keadilan. 

Maka demikianlah kita menjadi saksi lahirnya humanisme baru,di situlah manusia pertama-tama ditandai oleh tanggung jawabnya atas sesamanya maupun sejarahnya.

Kesukaran-kesukaran dan tugas-tugas (56)

Dalam situasi itu tidak mengherankanlah, bahwa manusia, yang menyadari tanggung jawabnya atas kemajuan kebudayaan, memupuk harapan yang lebih luhur, tetapi dengan hati yang cemas pula menyaksikan adanya banyak pertentangan-pertentangan yang masih barus diatasinya.

Apakah yang perlu diusahakan supaya pertukaran kebudayaan yang lebih intensif, yang sebenarnya harus mendorong pelbagai golongan dan bangsa ke arah dialog yang sejati dan subur, jangan justru mengacaukan kehidupan masyarakat, atau menumbangkan kebijaksanaan para leluhur, atau membahayakan watak-perangai bangsa bangsa yang khas.

Bagaimanakah dinamisme dan meluas-ratanya kebudayaan baru harus didukung, tanpa menyebabkan musnahnya kesetiaan yang hidup terhadap pusaka tradisi-tradisi, Hal itu secara khas terasa mendesak, bila kebudayaan yang lahir dari pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perlu dipadukan dengan kebudayaan, yang pengembangannya bertumpu pada studi klasik menurut pelbagai tradisi.

Bagaimana penyebaran ilmu-ilmu khusus, yang begitu cepat dan terus meningkat, dapat diserasikan dengan keharusan mewujudkan sin tesa atau perpaduannya, begitu pula dengan keharusan melestarikan pada manusia kemampuan untuk kontemplasi dan rasa kagum, yang mengantar kepada kebijaksanaan.

Apakah yang harus diusahakan, supaya semua orang ikut meman faatkan nilai-nilai budaya di dunia, sedangkan sekaligus kebudayaan mereka yang lebih ahli selalu menjadi makin unggul dan kompleks?

Akhirnya bagaimanakah harus dipandang wajar otonomi yang di "claim" oleh kebudayaan, tanpa merosot menjadi humanisme yang duniawi melulu, bahkan melawan agama sendiri.

Di tengah pertentangan-pertentangan itu kebudayaan zaman sekarang harus ditumbuhkan sedemikian rupa, sehingga mengembangkan pribadi manusia seutuhnya secara seimbang, dan membantunya dalam tugas-tugas yang pelaksanaannya merupakan panggilan semua orang terutama umat beriman Kristen, yang bersatu sebagai saudara-saudari dalam kesatuan keluarga manusia. 

Sumber tulisan.
Dokumen Konsili Vatikan II.

08/02/2022

KEBUDAYAAN DAN SALAH KAPRAH KITA

Salah satu hal yang mengganggu kehadiran lembaga agama adalah kebudayaan. Institusi agama selalu melihat praktik-praktik kebudayaan masyarakat setempat sebagai takhayul lalu memvonisnya sebagai suatu hal yang bertentangan dengan ajaran agama.

Ada satu hal yang selalu diabaikan atau dilupakan oleh lembaga agama yaitu memandang kehadiran agama sebagai satu-satu pedoman kehidupan penganut-penganutnya, Padahal sesungguhnya, agama merupakan salah satu unsur kebudayaan. Itu berarti  lembaga agama menjadi suatu bagian dari kebudayaan itu sendiri. Bukan sebaliknya. Karena itu, kompenen penting dalam institusi agama mesti melakukan kajian yang lebih mendalam dan komprehensif sebelum melarang atau menjatuhkan vonis terhadap berbagai praktik ritual kebudayaan. 

Sebelum masyarakat mengenal agama, masyarakat dunia taat pada aturan adat yang menjadi pedoman hidup dan kebersamaan mereka di dalam sebuah wilayah atau suku. Aturan-aturan adat yang dihidupi itu menjadi penerang hidup mereka dan menuntun warga masyarakat untuk hidup secara beradab.

Banyak penyimpangan dan tindakan kejahatan yang dilakukan oleh orang-orang beragama belakangan ini, menjadi bumerang bagi lembaga agama. Karena kehadiran lembaga agama tidak berhasil menobatkan penganut-penganutnya. 

Salah satu penyebabnya adalah larangan-larangan yang dikeluarkan oleh institusi agama bahwa kebiasaan-kebiasaan yang dijalankan oleh masyarakat tradisional  dianggap sebagai takhayul tanpa suatu kajian ilmiah yang akurat.

Mengapa praktik-praktik ritual adat masih kental dijalankan meskipun berbagai larangan yang dikeluarkan oleh institusi agama selama ini? Karena bangsa-bangsa di dunia ini memiliki keyakinan bahwa relasi antara manusia dan alam, manusia dan leluhur/arwah serta relasi manusia dan Wujud Tertinggi harus terus dibina demi menciptakan keharmonisan dalam kehidupan ini.

Bahwa relasi yang dibangun itu tetap mempunyai intimitas yang sangat dalam. Karena itu, jika orang mengalami musibah dan lain-lain, selalu dikaitkan dengan adanya kerengganan relasi itu. Oleh sebab itu, masyarakat berbudaya memerlukan adanya ritual pemulihan relasi itu. 
Helketa di suku dawan, misalnya,  merupakan langkah pertama dalam proses perkawinan adat dawan ini dinilai penting karena nenek moyang pada zaman dahulu kala saling bertikai dan saling berperang. Seremoni Helketa dimaksudkan untuk memutuskan amarah dan dendam masa lampau yang barangkali masih terbawa hingga sekarang. Ritus adat Helketa dilakukan sebagai satu bentuk pemulihan relasi antara keluarga mempelai perempuan dan keluarga mempelai laki-laki. Upacara ini dibuat sebagai upaya meretas jalan baru bagi pasangan suami-isteri yang mau menikah agar kehidupan rumah tangga mereka ke depan tidak mengalami hambatan. (Warta Flobamora, Edisi April 2018, hal.18-19).

Berhadapan dengan praktik kebudayaan, lembaga agama mestinya lebih bijak untuk mempertimbangkan nilai-nilai kebudayaan yang terkandung di dalamnya, bukan sebaliknya melarang warga untuk menunaikan ritual adat istiadat mereka. Bukankah lembaga agama, sebaiknya turut melibatkan diri di dalam ritual adat-istiadat warga tersebut?

Kebudayaan berasal dari bahasa Latin dari kata colere yang berarti merawat, memelihara, menjaga. Institusi agama, khususnya Gereja Katolik, melalui beberapa ensiklik dari Paus, meminta agar gereja perlu melindungi manusia dan perkembangan kebudayaannya. Jika dari Vatikan sudah mengatakan demikian, mengapa kita bertindak di luar pedoman dan arah dasar Gereja?

Mari kita menghilangkan salah kaprah kita dengan membiarkan diri ditobatkan oleh budaya setempat. Bukan sebaliknya, menghilangkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang sudah mentradisi dan kini menjadi kebudayaan mereka. Praktik adat-istiadat yang dijalankan warga masyarakat merupakan bagian dari pelestarian nilai-nilai luhur yang membentuk peradaban daerah, bangsa dan dunia.
(Batas Kota Atb, 07 Februari 2022)

Penulis Br.Jhon Tanouf, SVD 
Foto, Warta Flobamora, (April 2018) hal. 18-19.

Hitam Putih Tenaga Honorer Dan Nasibnya.

Dalam upaya pemerintah pusat untuk mengatasi pertambahan jumlah tingkat pengangguran secara skala nasional maka melalui beberapa...