01/11/2022

SI ANAK JALANAN DAN BIDADARI TAK BERNAMA

Tanganku mengeletar ketika kumulai menulis untukmu, Hatiku memaksaku untuk menulis di atas selembar kertas putih ini, banyak yang kurasa tetapi setelah kupegang penaku aku kehilangan akal dari mana harus memulainya. Kucurahkan kepedihanku kepadamu lewat sebuah tulisan di atas sepucuk kertas putih polos yang melambangkan kepolosan hatiku kepadamu, kan ku rangkai kata demi kata di atas kertas putih nan polos ini, aku tak tegah ketika hendak mengotori kertas putih ini namun karena terpaksa aku harus mengotorinya supaya engkau ketahui bahwa aku jatu hati kepadamu. 

Ketika pada pandangan pertama aku melihat dirimu matamu penuh dengan kejujuran, membuatku yakin engkau tidak akan mengecewakan hati ini. Sudihkan engkau mau menjadi sahabatku wahai bidadari tak bernama, aku menyadari kehidupanku hanya di jalanan, hari-hariku kuhabiskan bersama anak-anak yang senasib denganku, aku bergaul dengan kehidupan yang amat sangat keras yang selalu menantang diriku untuk terjun ke dunia gelandangan. 

Kebanyakan orang menyebut diriku anak brandal, bajingan dan masih banyak lagi gelar yang aku peroleh dari masyarakat di seputaran kompleks di mana kami selalu nongkrong, mereka tahu karakterku mereka tahu seluk beluk tentang kepribadianku, keluargaku, orang tuaku yang sudah sekian tahun berpisah oleh karena cinta mereka tidak direstui oleh kedua kakek dan nenek di kampung halaman ibuku. 

Ibuku di kenal sebagai bunga desa kala di jamannya, parasnya cantik,lembut dan baik hati bila ada orang yang berjumpah dengannya akan merasa aman dan nyaman oleh karena keramahtamahan dan kelembutan tutur kata, bahasa, sopan santun, rendah hati dan suka menghormati siapa saja yang menyapanya. Ia juga dijuluki sebagai Bidadari tak bersayap oleh karena kebaikan dan ketulusan hatinya yang selalu peka terhadap keadaan di sekitarnya. 

Ia tidak memamerkan pendidikannya yang adalah seorang sarjana yang bekerja di Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) ternama di kota namun ia memilih untuk tinggal di kampung, jika ada kegiatan ibuku akan ke kota, ia rendah hati dan suka menerima saran dan kritikan dari siapa saja apabila itu untuk suatu kebaikan, itulah sosok ibuku.

Ayahku di kenal sebagai peribadi yang ulet, pekerja keras, ia selalu menyelesaikan pekerjaan apa saja yang ia kerjakan tanpa mengenal lelah, sayangnya kedua kakek dan Nenek orang tua dari ibuku tidak menginginkan kehadiran ayahku dalam keluarga itu oleh karena pekerjaan ayahku hanyalah buru bangunan dan pekerja serabutan. 

Ayahku pergi meninggalkan ibuku bukan atas keinginan pribadinya tetapi oleh karena desakan kakek dan neneku yang mengusirnya untuk pergi meninggalkan Ibuku yang adalah isteri sahnya.

Perpisahan itu membuat ibuku mengalami depresi, apa lagi saat itu umurku baru masuk setengah tahun. Selang beberapa bulan berlalu ibuku jatu sakit oleh karena banyak pikiran, ayahku sudah pergi tanpa membawa apa-apa, hanya pakaian dibadanlah yang menemani langkah kakiknya meninggalkan kediaman kedua kakek dan nenekku, entah kemana rimbahnya ibu dan aku tidak mengetahuinya. 

Perpisahan kedua orang tuaku itu membuat ibuku sakit dan tidak terusus, sehingga aku di besarkan oleh saudara sepupu dari ayahku. Oleh karena kehadiran diriku di tengah-tengah kedua kakek dan nenekku banyak mendapat stikma dari para tetangga bahwa aku adalah anak haram sehingga kedua orang tua itu menyerahkan aku kepada saudara dari ayahku yang tinggal di kota. 

Di kota itu Aku tinggal dan dibesarkan oleh sepupu dari ayahku, kehidupanku terlantar oleh karena saudara sepupu dari ayahku ini bekerja sebagai pedangang kaki lima yang berangkat pagi menjajahkan jualannya keliling kota dan pulangnya larut malam itupun apa bila dagangannya habis terjual kalau tidak mereka akan menginap di pasar-pasar. Dirumah aku dan sepupuku yang tiga tahun lebuh tua diatas usiaku, ia penyanyang, disiplin dan bertanggung jawab, jika aku meninggalkan rumah satu atau dua jam sepupuku itu langsung mencariku kemana-mana, ia tidak mau kalau aku di sakiti oleh orang lain karena dirinya tahu kehidupanku yang dari umur setengah tahun di terlantarkan oleh kedua orang tua dan kedua kakek dan nenekku di Desa. 

Semakin hari aku semaki besar dan tumbuh menjadi peribadi yang dewasa, sepupuku sudah melanjutkan studinya di kota lain, aku tinggal sendirian saat saudara dari ayahku bersama isterinya pergi jualan, hari-hariku kuhabiskan di jalanan, jika merasa bosan aku kembali ke rumah namun tidak ada yang menunggu di sana, yang ku jumpai hanyalah rumah kosong tampa penghuni, dalam diam aku mencoba masuk dan memasak apa saja yang di tinggalkan oleh saudara dari ayahku, setelah makan aku kembali kejalanan, hiruk pikuk keramain kota menemani hari-hariku yang tidak terarah, sering aku mengikuti tauran antara geng yang masing-masing menguasai gangnya, seringkali aku bersama teman-temanku memalak orang-orang yang lewat di gang kami, meminta uang kalau tidak di berikan maka dengan serta merta aku melambungkan kepak pukulanku ke dada ataupun wajah orang yang aku palak itu, ya inilah diriku dan kehidupan sehari-hariku. 

Aku tidak pernah mengenyam pendidikan dan tidak perna mengenal yang namanya guru aku hanya tahu hidup di jalanan yang penuh dengan tantangan dan cobaan. Hidupku begitu keras karena di jalanan, tidak ada perhatian dari kedua orang tuaku oleh karena sejak umurku setegah tahun ibu dan ayahaku berpisah, aku hidup tanpa kasih sayang orang tua, aku bagaikan sebatang pohon yang tumbuh tak bertuan. 

Hari-hariku terus berlalu semakin hari aku semakin dewasa, kini umurku sudah dua puluh dua tahun beranjak ke dua puluh tiga tahun, di masa-masa perkembangan dan pertumbuhan menjadi seorang peribadi yang dewasa aku tidak  bisa terlepas dari kehidupan di jalanan oleh karena tidak ada seorang pun yang mendampingiku untuk menasehati, mengarahkan dan menjadi teladan serta menjadi  tumpuanku, dan mendengarkan segala kelu kesahku. 

Perasaan  hati yang selalu bergejolak ini menjadi tantangan bagiku seorang anak remaja yang masih dalam proses pertumbuhan ini, namun di dalam perasaan yang berkecamuk ini keinginanku hanya satu yakni bertemu dengan kedua orang tuaku. 

Sudah puluhan tahun aku tidak pernah mengetahui keadaan ibu dan ayahku, apakah ibuku masih sakit ataukah sudah sembuh dan di manakah ayahku berada hanya waktulah yang akan mempertemukan kami kembali. 

Meskipun aku hidup di jalanan dan tidak pernah mengeyam pendidikan, namun aku banyak belajar tentang hal baik dan buruk. Semua ini terjadi saat aku berjumpah dengan seorang gadis yang berparas cantik, kulitnya sawo matang, idungnya mancung, tubuhnya sama tinggi dengan diriku, ia sorang gadis kota yang sangat pintar dan cerdas, kemungkinan berpendidikan tinggi dan anak orang berada. 

Ia sering menyapa kami apabila melewati gang di mana kami selalu nongkrong, dengan kehadiran sosok seorang gadis yang selalu perhatian kepada kami membuat diriku menyadari bahwa masih ada orang yang mau peduli dan memperhatikan kami yang adalah para berandal yang sering meresahkan dan mengganggu ketenagan dan ketentraman masyarakat.  

Suatu hari saat kami nongkrong di persimpangan jalan, di tengah keramaian kota yang hiruk pikuk, dalam pandangan kosong tiba-tiba terlintas dalam anganku sang gadis cantik yang selalu menyapa kami kala melewati gang itu, aku tersentak dan kaget dan tidak percaya saat bersamaan sang gadis ini berdiri di hadapanku “ hai apa kabar “ dengan hati yang tidak percaya dan terasa seperti mimpi aku kepalangan dan kagum melihat seorang gadis yang rupawan yang selama ini selalu perhatian kepada kami. “ hai kabar baik “ sambil melambaikan tanganku kepada sang gadis manis itu, “ bolehka saya duduk bersamamu “ pinta si gadis manis itu “ oh ya boleh “ mempersilakan untuknya duduk diatas beberapa lembar kayu kulit yang kami jadikan tempat duduk untuk nongkrong. 

Senjah hari itu kami banyak berdiskusi, saling memberi nasehat tentang menjalani kehidupan yang sangat menantang di era perkembangan jaman dan kemajuan teknologi ini, banyak yang kami ceritakan tentang pengalaman hidup yang selama ini kami jalani kami saling berbagi cerita, saya menceritkan apa yang saya alami dari kecil hingga dewasa yang hidupnya selalu di jalanan, begitupun sebaliknya ia menceritakan pengalaman hidupnya. Dalam kebersamaan kami di senjah hari itu aku merasakan ada aura positif yang keluar dari dalam diri si gadis cantik ini, sepertinya ia membawa suatu kedamaian bagiku untuk meninggalkan kehidupan di jalanan ini. 

Dalam lamunan aku sendiri menatap ke kedalam diriku dan berujar Ah…. gadis manis mengapa engkau datang kedalam kehidupanku yang sangat keras ini, tidakkah engkau tahu tentang kehidupanku? pada hal selama ini engkau melihat tingkah lakuku namun mengapa engkau selalu hadir saat aku dalam kebimbangan menentukan jalan hidupku, apakah engkau utusan sang ilahi bagi diriku yang hidup sebatang kara yang hingga kini masih dalam bayangan mimpiku untuk bertemu dengan kedua orang tuaku, ah gadis manis jangan sampai engkau tergoda dengan si brandal ini. 

Hei…. kakak mengapa bengong tidak kah engkau tahu aku duduk di sampingmu ? suatu ucapan halus yang membuatku kaget dan tanpa kusadari tanganku memegang tangan gadis manis itu, maafkan diruku yang larut dalam lamunan.

Ohhh ….tidak apa-apa, dengan rayut wajah yang ceria gadis manis itu pamit untuk kembali ke rumahnya “ kakak aku pamit ya soalnya saya harus tiba di rumah tepat waktu, ia berbalik badan dan melangkakan kakinya meninggalkan diriku. 
Ketika kakinya melangkah meninggalkan tempat itu aku hanya menatapnya seirama dengan hayalanku tentang dirinya yang adalah titisan sang ilahi bagi diriku untuk mengubah kehidupanku yang sangat keras ini.

Oh Tuhan terimakasih atas perjumpaan ini, melalui gadis ini Engkau telah menyadarkanku untuk kembali ke jalan yang benar, semoga jadikanlah dirinya berkat bagi kami anak jalanan yang hidup dalam ketidak pastian ini. 

Hari-hari telah berlalu, persahabatan kami kian hari kian akrab namun kehidupanku masih seperti dulu, tidak perna ada perubahan dalam diriku, gadis manis yang selalu menghampiri kami saat kami berada di tempat ongkrong kini jarang muncul, mungkinkah ia lagi sakit ataukah ia sudah pergi jauh, ataukah bosan dengan keadaan kami yang tidak perna berubah ini. Dengan tidak munculnya gadis itu aku merasa kehilangan, mungkinkah aku telah jatu hati padanya, oh Tuhan semoga hal itu tidak terjadi pada diriku oleh karena aku ini orang pinggiran, orang yang tak punya. 

Satu hari, dua hari, tiga hari berikutnya aku hanya diam terpaku, tidak ada semangat dalam diriku, banyak teman-temanku yang mengolokku oleh karena banyak perubahan dalam diriku membuat mereka heran dan tidak percaya. Ada apa gerangan orang ini sehingga dirinya berubah total ungkap salah satu sahabatku yang adalah mantan preman di ibu kota yang baru bergabung dengan kami setahun lalu, saat dirinya berkata demikian aku hanya diam terpaku tak ingin meresponnya oleh karena jikalau ada respon balik maka akan ada persoalan baru, oleh karena itu aku hanya diam dan terus diam.  

Sudah seminggu lamanya aku tidak bergabung bersama teman-temanku di tempat kami sering nongkrong, ada yang datang mengunjungiku di rumah pamanku, ada juga yang menanyakan keadaanku oleh karena tidak perna muncul lagi dalam kelompok itu.

Banyak tetanggaku yang kaget ketika ada perubahan dalam diriku, ada yang mengejekku “ si brandal itu sudah sadar ya atau sudah mampos, kata seorang tetanggaku, ada juga yang mengatakan “ bajingan itu sudah mampus ya tidak muncul lagi di jalanan ini, ada juga yang mengatakan “ biarkan ia mampus sekalian supaya tidak ada yang memalak kita lagi. Yang lain lagi berkata dasar anak jalanan tidak tahu rimbahnya biarkan ia mampus di telan bumi ini. 

Mendengar cerita-cerita itu hati ini seperti tersayat sembilu, aku menyadari apa yang dikatakan itu benar adanya “ ya… saya brandal, bajingan, anak jalanan, rimbahku memang tidak banyak orang yang tahu oleh karena aku hidup sebatang kara hanya menumpang tinggal di rumah pamanku di kota ini, keadaanku seperti ini oleh karena tidak ada yang mendampinggiku dalam perkembangan dan pertumbuhanku dari masa bayi,anak-anak, remaja hingga aku menjadi dewasa seperti ini, ya inilah diriku dan keadaanku, inilah hidupku dan inilah aku sang preman brandal yang sering mendapat stikma dari masyarakat “ manusia jalanan, manusia biadap, manusia berhati serigala yang hidupnya di persimpangan-persimpangan jalan, demi menyambung hidupnya di jalanan dengan memalak orang-orang di sekitarnya.  

Namun kini dengan komitmen yang kuat dan keteguhan hati menyatakan aku akan berubah, memulai hidup baru, kankutinggalkan kehidupan lamaku dan melangkah dengan pasti menjalani hidup baru, aku tidak peduli apa kata orang terhadapku, aku tidak peduli stikma apa yang diberikan kepadaku, yang ada dalam pikiranku saat ini yakni memulai hidup baru, apapun yang akan aku kerjakan dalam kehidupan ini akan aku lalui dan seberat apapun akan aku jalaninya. 

Sudah sebulan aku tidak berada di jalanan banyak teman-temanku yang mencari keberadaanku, ya aku dengan sengaja tidak menampakan diri di tengah masyarakat dan teman-temanku oleh karena ingin menyendiri untuk merefleksikan kembali kehidupan yang selama ini aku jalani. 

Aku berterimakasi kepada sang gadis manis yang perna aku jumpai yang hingga saat ini belum kukenal siapa dirinya, namun aku percaya suatu saat akan bertemu dengan dirinya seperti yang aku dambahkan ingin betemu denga kedua orang tuaku yang sudah puluhan tahun tidak berjumpah.
 
Sudah sekian lama kita berpisah tak ada kabar darimu. Diriku hanya merenung dan terus merenung akan kah suatu saat kita berjumpah dan melihat dirimu seperti dulu yang perna aku kenal ? hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan dan tahunpun terus berganti dan waktu terus berlalu tak ada kabar darimu. 

Aku ingin melayangkan surat untukmu namun diriku tak tahu dimana alamat dan keberadaanmu. Dalam hayalanku hati ini sangat tersiksa dan tersayat oleh getaran cinta yang membara namun bara – bara cinta itu termakan dan hanyut dengan gelapnya malam yang diriringi hembusan  angin sepoi membuat diriku larut dalam hayalan mengenang kembali akan kenangan indah di kala engkau duduk di sampingku saat itu yang membuat diriku tidak menyadari ternyata sudah larut dalam hayalan yang tak akan menjadi nyata. 

Oh gadis manis besar harapanku untuk berjumpah kembali denganmu oleh karena sentuhan harapan yang engkau berikan untuk merubah kehidupanku di jalanan namun cita – cita itu tak akan terwujut oleh karena dirimu tak perna muncul lagi, mungkinkah engkau anggap aku adalah barang  bekas yang terbuang sehingga engkau pergi menjauh tanpa ada kabar darimu namun harapanku itu akan terus berada dalam mimpiku meskipun engkau hilang tanpa ada kabar.
 
Aku menyesal akan semua perbuatan yang telah aku lakukan di kala itu dan betapa terkejutnya diriku ketika mendengar engkau mengalami kecelakaan yang membuat dirimu tak berdaya, aku berlari dan terus berlari menelusuri keramain kota dan lorong – lorong pertokoan, aku tidak menghiraukan dan tak peduli siapapun yang ada dihadapanku, yang aku pikirkan hanya dirimu oh gadis manis sang bidadari tak bernama jangan engkau tinggalkan diriku yang hendak berubah ini. 

Ku temui dirimu Terbaring lemah dan tak berdaya di atas tempat tidur, engkau di rawat oleh para perawat dan dokter. Aku hanya terpaku melihat dirimu dan tak kuasa menahan air mataku hingga membasahi pipiku, aku menghampiri dirimu memegang jemarimu dan berkata dalam hati maafkan aku sang bidadari tak bernama, aku telah membiarkanmu pergi dan kini aku menemuimu dalam keadaan seperti ini bangunlah kita akan bercerita saling berbagi pengalaman hidup. 

Oh bidadari tak bernama engkau telah menyadarkanku, memberikan aku semangat untuk merubah kehidupanku di jalanan tetapi mengapa saat aku hendak berlangkah untuk memulai kehidupan baru itu engkau  pergi meninggalkanku untuk selamanya.

Oh gadis manis sang bidadari tak bernama pergilah dengan doaku dan harapanku semoga dalam kehidupan berikutnya kita akan berjumpah lagi. 

By. Hengki Mau

Hitam Putih Tenaga Honorer Dan Nasibnya.

Dalam upaya pemerintah pusat untuk mengatasi pertambahan jumlah tingkat pengangguran secara skala nasional maka melalui beberapa...